Kakek Tua

Hari ini seperti biasa, aku ketemu lagi ma si kakek tua penjual es Wawan. Seperti biasa, beliau mendorong gerobaknyaa di jalan kembar. Beliau berhenti di tepi jalan sembari mengatur nafasnya yang mulai tersendat-sendat. Aku maklum sekaligus maklum. Pertama kali aku berjumpa dengan beliau, aku masih kelas 8 SMP. Waktu itu saja keadaan beliau sudah memprihatinkan. Aku tau hal itu dari temanku yang rumahnya dekat dengan rumah beliau. Temanku bercerita bahwa si kakek tua tersebut hidup sebatang kara.

Dari sinilah keherananku muncul. Di usia sesenja itu, beliau masih kuat mencari nafkah untuk hidupnya. Bayangkan saja, beliau harus menempuh jarak mulai dari Karah hingga Menanggal dan melewati Gayungan serta Ketintang hanya dengan berjalan kaki!! Luar biasa bukan?? Aku mulai berpikir, apa ya yang kira-kira memacu semangat si kakek untuk terus bekerja? Mengapa si kakek nggak mau hidup di panti jompo aja??

Aku yang lagi mikir ini merenung, kadang banyak kawan-kawan seusiaku lebih suka buang-buang waktu, uang dan tenaga untuk hal-hal yang tidak penting. Kadang kawan-kawan seusiaku gengsi dan malas untuk memenuhi hidupnya masing-masing. Tak sedikit dari kita bahkan memperlakukan ortu kita bagai budak penghasil uang yang bisa di manfaatkan tiap waktu. SADIS…

Dan yang lebih heboh lagi, banyak kawan kita yang lebih suka mencari nafkah dari sumber-sumber yang haram. Dengan bangganya mereka melakoni pekerjaan syaitan nir rajim tersebut. Na’udzubillah… Kenapa hanya sedikit dari kita yang memiliki semangat juang layaknya si kakek tua penjual es tersebut?? Inilah saat bagi kita untuk merenungkan hal tersebut masing-masing.